Perkutut
Asmoro Kalianget Sumenep, Tak Menyesal Tekuni Hobi Perkutut Meski Tidak Menguntungkan, Misi Utama Salurkan Hobi dan Cari Saudara

Nama Asmoro dalam komunitas kung mania Sumenep Madura, memang bukanlah pendatang baru. Meski kemunculannya tidak selalu bisa diperlihatkan, tapi bukan berarti eksistensinya perlu dipertanyakan. Alasan kesibukan dan harus berada di luar kota menjadi hal yang tidak bisa diperdebatkan.

Sebagai seorang yang memiliki kesibukan, Asmoro mengaku tidak mungkin selamanya harus berada di arena lomba ataupun bergabung dan kumpul dengan rekan-rekan yang lain. Namun, jangan ditanya soal hobi perkutut yang benar-benar menjadi sebuah pilihan yang tidak akan bisa dihentikan dan dilupakan.
Ditengah kesibukan sebagai pengusaha toko klontong di Jakarta, Asmoro harus membagi waktu untuk antara hobi dan pekerjaan. Ketika harus meninggalkan kampung halaman di Desa Kalianget Timur Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, seluruh perkutut yang dimiliki, juga harus ditinggalkan.

“Soal waktu kapan saya harus berada di rumah dan harus berangkat mengurus usaha, sepertinya tidak bisa dijadwalkan. Kalau harus berangkat, ya berangkat,” terang Asmoro. Ketika perkutut orbitannya harus ia tinggalkan, maka keluarga yang menggantikan posisi sebagai pemilik, namun hanya sebatas memberikan makan dan minum saja.
Padahal ada tugas lain yang harus dilakukan oleh keluarga yang berada di rumah, seperti memastikan burung dalam kondisi sehat ataupun memberikan perlakuan seperti yang diterapkan oleh Asmoro. Tetapi nampaknya hal itu tidak mungkin dilakukan karena keluarga tidak paham persoalan perkutut.

“Resiko rusak bisa saja muncul ketika burung sudah tidak pernah dirawat, apalagi saya kadang tiga bulan meninggalkan rumah, tapi mau gimana lagi. Saya tidak mungkin membawa burung-burung tersebut menuju Jakarta,” sambung Asmoro. Jika memungkinkan dan ada yang bersedia, burung-burung tersebut dititipkan ke teman.
Tapi itu jarang dilakukan karena alasan tidak bersedia, khawatir tidak mampu memberikan perawatan maksimal. Ketika burung rusak dan tidak bisa dibuat main, perburuan akan kembali dilakukan. Berkunjung ke rekan yang selama ini menjadi partner seperti NHD Bird Farm Sumenep, menjadi pilihan.
Asmoro mengaku bahwa ketika ada di rumah, hobi perkutut harus tersalurkan. Jika tidak ada yang bisa dibuat lomba, maka segera mencari burung untuk bisa menyalurkan hobinya. Kondisi demikian nampaknya tidak membuat Asmoro memutuskan untuk mengakhiri hobi. “Sulit bagi saya untuk berhenti main perkutut,” ungkap Asmoro lagi.

Disampaikan juga bahwa jika dikalkulasikan antare untung dan rugi, memang sudah jelas mengarah kepada hal yang tidak menguntungkan. “Hobi perkutut yang saya jalani adalah sebuah konsekuensi, saya sudah paham dengan apa yang harus saya alami,” kata mania yang selalu sabar menghadapi kenyataan demikian.
Bahkan selama menekuni hobi perkutut, tidak ada cerita bahwa Asmoro pernah menjual burung. “Istri saya tidak pernah memperbolehkan saya untuk menjual burung, sebaliknya dia selalu mendukung saya untuk membeli burung,” kata Asmoro lagi. Ditambahkan bahwa sang istri berpikiran bahwa ketika ada burung yang berprestasi, maka jangan sekali-kali untuk menjualnya karena burung tersebut pernah memberikan kebanggaan dan kesenangan.

Sekali lagi Asmoro mengaku tidak pernah merasa kapok ketika menekuni hobi perkutut dan tidak ada istilah dagang burung. “Dalam kamus saya tidak ada istilah menyesal main perkutut, karena saya cari saudara dan cari kesenangan, bisa kumpul-kumpul dan menikmati suara perkutut,” ungkapnya lagi.
Bahkan tidak pernah punya keinginan untuk komplain ketika menghadapi masalah dengan penjurian. “Bagi saya komplain adalah hal saya berusaha saya hindari dan jauhkan meski saya seringkali jadi korban. Karena itulah sebuah resiko dan konsekuensi dari sebuah pilihan,” akhir kata Asmoro.
