Perkutut
King Sutra Bird Farm Sampang, Prestasi Produk Ternaknya Menguasi Kelas Piyik Hanging, Target Lanjutan Bisa Naik Level di Kerekan
Banyak kisah yang dialami kung mania, baik itu pelomba ataupun peternak dalam menekuni hobi perkutut. Cerita suka dan duka, bangga dan biasa saja, seakan menjadi hal yang mengiringi perjalanan karir mereka di dunia hobi burung perkutut tanah air. Proses itu memang harus dilalui ketika keputusan sudah dipilih.
H.Sholeh, pemilik King Sutra Bird Farm Sampang Madura boleh berbangga dengan hasil produk ternak perkututnya. Prestasi demi prestasi yang diraih dalam setiap gelaran yang diikuti, mengisyaratkan bahwa perkutut bergelang King Sutra memang layak diganjar dengan kemenangan.
Setiap kali turun lapangan dengan membawa produk ternak sendiri, H.Sholeh selalu mengakhiri penjurian dengan hasil menggembirakan. “Alhamdulillah setiap lomba dengan membawa hasil kandang ternak sendiri, saya selalu bawa hadiah karena burung saya bisa dapat juara,” terang H.Sholeh.
Juara yang didapat masih berada dibarisan kelompok paling depan daftar kejuaraa. Meski tidak selalu berada diposisi tersebut, H.Sholeh merasa bahwa ternak perkutut yang dijalani selama tiga tahun sudah membuahkan hasil. “Saya sudah 3 tahun ternak, baru tahun ke-2 mulai ada hasil sampai sekarang,” tegas H.Sholeh.
Keikutsertaannya dalam setiap agenda kegiatan di Sampang Madura, nama King Sutra Bird Farm seakan menjadi jaminan bahwa perkutut yang masuk arena dipastikan akan membawa kejuaraan. Kebanggaan lain adalah proses yang dilalui mampu membuktikan bahwa King Sutra memulainya dari nol.
Biasa beberapa prestasi yang selama ini diraih oleh kung mania, bisa terjadi karena orbitan yang dibawa merupakan produk peternak lain. Namun tidak dengan apa yang dilakukan H.Sholeh. Amunisi yang diajak ke arena konkurs, merupakan produk yang menggunakan gelang bertanda King Sutra.
Sukses tersebut diakui bukan didapat dengan sendirinya. Ada proses dimana harus dilalui dan dialami sampai pada akhirnya bisa mencapai titik, dimana hasil itu akan dipastikan. Apakah terbilang berhasil atau sebalilknya. Ketika memulai ternak perkutut, H.Sholeh mengaku hanya mengandalkan dua pasang indukan.
“Awalnya saya dulu hanya punya 2 pasang, kemudian saya ternak sampai akhirnya bertambah menjadi 20 pasang sampai saat ini,” sambung pria berambut gondrong. H.Sholeh menceritakan awal meniti karier sebagai peternak perkutut, dari dua indukan tersebut, ada yang dilomba dan ada pula yang masuk kandang untuk dijadikan bahan ternak.
Ketika lahir anakan, prioritas H.Sholeh menjadikannya sebagai bahan materi kandang dengan alasan karena sudah paham dengan indukan yang dipakai. “Indukan yang saya pakai adalah burung yang pernah juara di lapangan, makanya saya berharap anak-anaknya bisa masuk kandang untuk jadi indukan,” terang H.Sholeh lagi.
Proses seperti itulah yang selama ini dilakoni sampai akhirnya dari dua indukan berkembang menjadi 20 pasang yang menghuni kandang ternaknya. Tidak heran jika kandang King Sutra saat ini didominasi oleh indukan bergelang King Sutra sendiri dan sebagian didatangkan untuk mengisi kekurangan yang ada.
Diakui oleh H.Sholeh bahwa prestasi yang selama ini diraih hanya sebatas di Kelas Piyik Hanging. Hal tersebut bukan karena produk ternaknya tidak mampu bersaing di level yang lebih tinggi, namun lebih disebabkan oleh berpindahnya kepada orang lain usai prestasi tersebut berada dalam genggaman.
“Burung saya biasanya cepat laku kalau sudah juara di lapangan. Orang lebih memilih burung juara karena sudah pasti bagus,” ungkap peternak yang juga seorang perawat. Cara tersebut dinilai cepat dan akurat karena burung sudah benar-benar juara di lapangan, sehingga pembeli tidak ragu dan khawatir dengan kualtiasnya.
Meski seringkali produk ternaknya laku terjual, sebenarnya itu bukan satu-satunya harapan yang ingin digapai. Keinginan lama yang belum terealisasi adalah mengorbitkan produk sendiri sampai usia dewasa. Namun hal itu sulit karena produk yang lahir dari kandang, sudah langsung laku sebelum usia dewasa.
“Paling lama saya menyimpan ternakan sampai usia 4 bulan dan paling cepat usia 2 bulan, karena langsung diambil orang. Saya tidak bisa lama menyimpan burung karena kalah sama pembeli yang selalu datang dan saya tidak mungkin untuk menolak mereka,” sambung perawat yang kini menangani orbitan H.Syafek Camplong dan H.Samsul Banyuates.