Perkutut
Pengwil P3SI Kalimantan Selatan Mulai Terapkan Sistem Penjurian “Pakta Integritas”, Berikut Respon Pengurus, Juri dan Peserta
Pakta Integritas, sistem penjurian yang dihasilkan dalam rapat Koordinasi dan Rekonsiliasi di Bangkalan Madura pada Sabtu, 93 Agustus 2024 lalu resmi menjadi pijakan P3SI dalam mengatur proses penjurian konkurs di tanah air. Aturan ini berlaku menyeluruh, mulai dari gelaran yang sifatnya lokal sampai pada even nasional.
Ketok Palu, aturan ini dilakukan langsung Ketua Umum P3SI, Mayjend TNI Purn H.Zainuri Hasyim saat pelaksanaan Konkurs Seni Suara Alam Burung Perkutut CakraAdiningrat Bangkalan, pada Minggu, 04 Agustus 2024. Disaksikan pengurus pusat, Pengwil, Pengda, tokoh perkutut sampai kung mania yang ikut hadir dalam kegiatan tersebut.
Pasca penetapan itu, beberapa gelaran sudah mulai melaksanakan, salah satunya Banjarmasin. Lewat gelaran Liga Perkutut Kalimantan Selatan yang dihelat pada Minggu, 25 Agustus 2024 di Lapangan Lembu Jantan Pekapuran Raya, sistem penjurian yang digunakan sudah menerapkan sistem tersebut.
“Dengan adanya sistem yang baru, hasilnya memang luar biasa. Kinerja juri lebih bagus, sehingga dalam kejuaraan menghasilkan burung yang betul-betul berkualitas,” terang H.Winardi Sethiono Ketua Pengwil Kalimantan Selatan. Lebih lanjut disampaikan bahwa kelas burung benar-benar kelihatan. Ditambahkan juga bahwa tidak ada kendala dalam proses pelaksanaan penjurian.
“Malam menjelang lomba, kami dan juri-juri yang akan bertugas dikumpulkan untuk menginformasikan bahwa sistem penjurian yang baru akan kita pakai,” sambung pemilik Win’s Bird Farm. Masih menurut H.Winardi Sethiono bahwa dengan system seperti ini akan mendapatkan dukungan yang luar biasa.
“Sistem ini kan mengangkat kualitas burung yang sebenarnya karena hasilnya bukan didapat dengan cara rekayasa, sehingga juara yang dihasilkan benar-benar burung yang berkualitas. Hal ini akan tentu berdampak pada semakin tingginya harga burung, terutama yang juara,” sambung Ketua Pengwil Kalimantan Selatan.
Henny Sutanto, Ketua Bidang Lomba Pengwil Kalimantan Selatan mengungkapkan bahwa penerapan system penjurian dalam kegiatan di Banjarmasin, ternyata langsung diterima oleh peserta, namun ada juga yang masing belum paham soal system tersebut. “Aturan seperti ini memang butuh sosialisasi kepada semua pihak, sehingga mereka paham. Bagi mereka yang belum paham pasti ngoto minta nilai naik padahak tidak layak,” jelas pemilik Felix Bird Farm.
Untuk itulah saat aturan itu akan diterapkan pada kegiatan di Banjarmasin, panitia berusaha memberikan penjelasan, seputar system penjurian ini agar mereka mengerti apa yang akan diterapkan. Seperti misalnya, ketika ada burung patah, maka penghitungan dimulai dari awal meski burung tersebut sebelumnya sudah mengeluarkan bunyi bagus.
Diakui oleh Henny Sutanto bahwa inilah salah satu tantangan yang dihadapi juri ketika pertama kali system penjurian diterapkan. Karena yang pasti, dengan system tersebut, tidak gampang dalam menaikkan burung. Ada hitungan jelas, kapan burung bisa naik dan tidak. Rudy Supriyadi, Ketua Pengda Banjarbaru memberikan komentar seputar system penjurian yang sudah diterapkan.
“Pada prinsipnya system itu bagus, transparan antara juri, koordinator dan dewan serta pemain itu sendiri, jika burung tidak memiki syarat dan keindahan, maka tidak bisa mendapatkan nilai bagus,” jelas Rudy Supriyadi. Semisal ada burung, dorong maka tidak bisa naik. Meski ini baru pertama kalinya diterapkan, ada peserta yang mengaku belum paham tapi mereka tidak langsung protes.
“Kalau soal protes dari peserta, memang tidak ada. Tapi mereka tanya ke saya, kenapa burung miliknya tidak bisa naik, padahal rajin bunyi. Setelah dijelaskan, semisal burungnya dorong atau bahkan patah, maka mereka langsugn paham,” ungkap pria yang bertugas sebagai Dewan Juri dalam kegiatan tersebut.
Masih menurut Rudy, selama ini ada akumulasi dari bunyi, selama ini burung dua kali bunyi langsung naik, namun sekarang ada aturan yang jelas, kapan burung bisa naik dan tidak. Kenyataan itulah yang menjadi kegundahan peserta yang memiliki burung bagus, tapi kurang rajin bunyi.
“Sistem ini saya melihat ada semacam kegudahan dari peserta yang punya burung bagus dan berkualitas, tapi kurang rajin bunyi. Itu adalah sebuah beban dan pikiran yang harus mereka hadapi,” sambung Rudy Supriyadi lagi. Untuk itulah harapan kedepan agar ada sosialisasi tentang system penjurian, sehingga kung mania semakin paham.
“Saya harapkan setiap minggu, rekan-rekan bisa kumpul dan kerek bareng, sekalian kita belajar bareng dan memahamkan system penjurian, sehingga tidak ada lagi masalah yang terjadi saat di lapangan. Semua butuh proses dan harus dilakukan pelan-pelan, yang penting sampai tujuan dengan hasil sesuai keinginan,” harap Rudy Supriyadi lagi.
Mahfud juri senior asal Banjarmasin mengakui bahwa perlu adanya sosiaslisai seputar system penjurian tersebut. “Ketika system ini pertama kali diterapkan di Banjarmasin, memang ada yang belum paham, karena banyak pemula yang selalu ingin juara tanpa melihat kualitas burung miliknya,” kata pria yang akrab dipanggil Afud.
Ketidak puasan dari peserta seringkali menjadi pengalaman yang dihadapi. Masih adanya upaya dari peserta untuk mendapatkan nilai lebih, meski padahal belum layak. Apalagi jika peserta tidak pernah membandingkan kualitas burung miliknya dengan peserta lain. Namun dengan adanya pendekatan yang dilakukan, maka masalah tersebut akan selesai.
Seperti pada pelaksanaan saat system penjurian diterapkan. Masih ada peserta yang belum bisa menerima hasil penjurian dengan cara berteriak, minta naik. Namun saat dilakukan pendekatan dan memberikan pemahaman, maka akhirnya mereka mau menerika hasil penilaian.
“Sebenarnya butuh pendekatan pada peserta, semisal saat jedah waktu selesai babak kedua menuju babak ketiga. Sehingga dengan penjelasan yang kita lakukan, maka mereka akan paham dan babak berikutnya tidak lagi melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, mereka cenderung diam dan duduk manis menerika hasil dari juri,” ungkap pria bernama asli Mas Budiono.
H.Asiman tokoh perkutut Banjarmasin, mengapresiasi system penjurian ini. “Saya kira system yang kemarin dilaksanakan sudah bagus. Respon teman-teman juga bagus sehingga bisa diterima oleh kami,” terang H.Asiman. Namun demikian, system baru ini tidak bisa langsung diterapkan begitu saja.
“Ada perbedaan antara pemain di Banjarmasin dan Jawa, sehingga tidak harus langsung dilaksanakan terlalu ketat. Harus pelan-pelan agar tidak sampai menimbulkan ketidak pahaman,” ungkap H.Asiman. mungkin bahwa pemain lama, hal ini bisa langsung diterima, tetapi bagi pemula, semua harus melalui proses, sehingga mereka tidak kaget dan merawa terbebani.
Sosialisai system penjurian ini juga butuh sosialisasi sehingga kung mania bisa paham. “Saya kira system ini bagus, tapi karena kurang sosialisasi, maka banyak yang bingung dan akhirnya protes. Semisal kemarin ada burung yang sudah bunyi 4 kali, tetapi nilai tidak naik, karena memang saat bunyi keempat kalinya, burung patah.
Nah ini yang mereka belum paham,” jelas H.Asiman lagi. Winaryo Joesman, kung mania Banjarmasin juga mengapresiasi system penjurian tersebut. “Menurut saya system penjurian yang diterapkan minggu kemari, lebih bagus kayak gini. Masalahnya selama ini tidak ada yang mengikuti sistem penjurian seperti itu.
Selama ini penjurian lebih ke gacor-gacoran,” ungkap pemilik WJ Bird Farm. Lebih lanjut disampaikan bahwa perkutut itu adalah hobi yang memiliki nilai seni. “Kalau lomba burung perkutut gacor-gacoran, kan tidak ada seninya,” sambung pengusaha sukses di bidang ekpedisi laut dan darat.
Dengan adanya sistem baru ini, maka nilainya akan sesuai dengan kualitas burung. Kalau ada sistem penjurian, maka kualitas burung akan terlihat dengan jelas. “Dengan adanya sistem penjurian ini, maka kita bisa mengukur kemampuan ketika akan berlomba di Jawa. Apakah sudah layak atau belum, hal ini disebabkan system penjurian sudah berlaku diseluruh Indonesia.
Jadi tidak ada perbedaan system penjurian di Banjarmasin dengan di Jawa,” kata kung mania yang memulai menekuni hobi tahun 2022 lalu. Namun yang menjadi perhatian adalah komitmen dari juri, apakah bisa melaksanakannya system penjurian tersebut dengan benar dan penuh tanggung jawab atau tidak.