Connect with us

Perkutut

Digo Bird Farm Lumajang, Produk Laris Manis Hingga Tak Sempat Orbitkan Produk Sendiri

Published

on

Menjadi peternak perkutut awalnya memang bukan menjadi pilihan Hepy Isdiono. Hobi ayam sabung yang digelutinya saat itu menjadikan Hepy sebagai salah satu pemain papan atas yang berani mendatangkan aduan dari luar. Namun siapa sangka, sejak 2 tahun, Hepy memutuskan untuk bergabung dalam komunitas kung mania.

Hepy Isdiono (tengah bersama Abah Faisol (dua kiri) dan para pendukung

Alasan kuat yang mengantarkan pada hobi baru tersebut, diakui disebabkan oleh pesan sang guru dan pertemuannya dengan Abah Faisol JBM Bird Farm Malang dalam sebuah acara keagamaan. “Beberapa waktu lalu, guru agama saya mengatakan agar saya menghentikan hobi ayam tarung karena itu dinilai lebih memiliki beban dosa yang lebih besar. Saya disarankan untuk pindah ke hobi perkutut,” terang Hepi mengawali obrolan.

Pesan tersebut semakin dikuatkan saat melakukan obrolan dengan Abah Faisol JBM, mulai dari percakapan ringan sampai pada hal-hal yang akhirnya mengatakan Hepy sebagai peternak perkutut. “Saya dipertemukan dengan Abah Faisol dalam sebuah kegiatan agama, disana saya sempat ngobrol panjang lebar dengan beliau sampai akhirnya saya tertarik untuk menekuni hobi ternak perkutut,” ungkap pengusaha sukses dibidang angkutan jasa.

Saat masih aktif turun lapangan bersama Abah Faisol JBM

Disamping kediamannya yang beralamat di Desa Kalibening Pronojiwo Lumajang, disulap menjadi kandang ternak. Semua materi indukan sengaja didatangkan dari JBM Malang. “Saya banyak disupport oleh Abah Faisol, baik dari pengalaman ternak sampai pada materi indukan. Semua didatangkan dari JBM Malang dan selama mengawali ternak saya dibimbing langsung oleh Abah Faisol JBM Malang,” ungkap Hepy Isdiono.  

Di awal-awal turun lomba, Hepy selalu didampingi oleh Abah Faisol JBM. Beberapa orbitan selalu menembus urutan kejuaraan. Kenyataan itulah yang semakin memantapkannya untuk terus eksis menekuni hobi barunya. Kini, setengah tahun berjalan dua tahun Digo Bird Farm mulai menunjukkan hasilnya.

Ternak perkutut yang ternyata menjadi pilihan tepat

“Setelah 1,5 tahun ternak saya sudah mulai produksi, ada sekitar 125 ekor perkutut yang berhasil saya dapatkan dari sekitar 23 kandang. Produk tersebut ada yang sudah lepas ke pembeli pada usia 2 sampai 3 bulan,” sambung Hepy Isdiono. Lebih lanjut disampaikan bahwa saat ini kandang Digo terus berproduksi dan tidak pernah mengalami macet.

“Alhamdulillah sampai saat ini saya tidak pernah mengalami masalah dalam ternak perkutut, seluruh proses produksi berjalan lancar, padahal ada beberapa peternak di wilayah saya mengalami hal yang tidak diinginkan. Ada yang produksinya macet, ada yang tidak menetas da nada pula yang menetas, tapi anakannya langsung mati,” ungkap Hepy lagi.

Kandang ternak Digo yang tidak pernah macet dalam berproduksi

Kenyataan itulah yang membuatnya semakin serius untuk berada pada jalur sebagai kung mania, baik pelomba ataupun peternak. Dari sekian produk yang berhasil didapat, tak satupun mampu diorbitkannya. Pasalnya, belum sempat menjadikan calon amunisi lapangan, sudah ada yang berani mentake over.

“Produk ternak saya banyak diambil pemain dan penghobi disekitar Lumajang dan kota lain, ada yang berasal dari pelomba, ada juga dari penghobi rumahan untuk didengarkan suaranya, tidak sedikit dibuat untuk materi kandang, hasil yang harus saya syukuri karena ternyata ternak perkutut memberikan rasa senang dan gembira,” tutur Hepy Isdiono lagi.

Bersama para tokoh dan rekan sesama peternak

Hobi perkutut yang dilakoninya ternyata mampu memberikan efek yang diinginkan oleh setiap peternak, produksi lancar dan laris manis, meski Hepy Istiono mengaku tidak bisa turun lomba akibat tidak memiliki amunisi yang bisa dibuat jalan-jalan. “Produksi saya selalu laku dibeli, makanya saya tidak punya jago lapangan, apalagi akses saya menuju luar kota yakni Jembatan Gladak Perak, dalam kondisi rusak akibat erupsi beberapa waktu lalu,” tambah Hepy lagi.

Copyright © 2022 Media Agrobur. All Right Reserved.