Perkutut
Pengda P3SI Bangkalan Gelar Rapat Koordinasi, Satukan Harmonisasi Suara Bersama Demi Ciptakan Penjurian Fair Play
P3SI Pengda Bangkalan terus berpacu meningkatkan pemahaman, menyatukan persepsi dan merumuskan satu kesepatan demi terciptanya sebuah kenyataan bahwa hobi perkutut di Bangkalan semakin berkualitas. Salah satu tujuan akhir yang ingin dicapai adalah menghadirkan sebuah gelaran yang betul-betul fair play.
Selasa 12 Oktober 2021, bertempat di showroom CTP Bird Farm, Jalan Jokotole Gang III Kampung Baru Karang Butoh Bangkalan, seluruh elemen berkumpul. Mereka adalah Pengurus Pengda, Pengurus Liga Hanging Bangkalan, Ketua Pengcam, Sekertaris, Bendahara, seluruh personel juri, perumus dan Dewan Pengawas.
Di awal acara, Ir.R.Moch Mahmud selaku Ketua Pengda Bangkalan mengatakan bahwa penjurian sudah mulai tidak menuju pada fair play. “Dulu saat kita menggelar Liga Perkutut Madura, fair play sudah mulai berjalan, namun saya lihat ada beberapa gelaran di luar Madura, penjurian sudah tidak fair play lagi,” tegas Ketua Pengda Bangkalan.
Untuk itulah Pengda Bangkalan berusaha menciptakan sebuah tontonan yang selama ini selalu diidam-idamkan kung mania. Bangkalan akan mengawali menerapkan gelaran yang fair play. Liga Hanging Bangkalan LHB), satu diantara sekian agenda yang sudah berjalan, diharapkan bisa menjadi contoh.
“Saya mengundang seluruh pengurus, baik Pengda, Pengcam, juri, perumus dan dewan pengawas untuk memberikan masukan, saran dan solusi apa yang masih kurang dan bagaimana mencarikan solusi sehingga keinginan kita bersama untuk mewujudkan konkrus fair play bisa tercapai,” sambung Ir.R.Moch Mahmud.
Ir.Moh Arifin,MM satu diantara Dewan Pengawas (Dewas) yang dimiliki Pengda Bangkalan mengaku bahwa LHB sudah berjalan dengan baik, namun seiring perjalanan waktu, kadang ada yang harus diperbaiki lagi, sehingga ke depan kehadiran liga ini benar-benar bisa menjadi modal awal untuk merealisasikan keinginan tersebut.
“Peran Dewas adalah menjembatani antara dewan juri dan peserta, andai ditambah porsi tugas dan tanggungjawab, mungkin akan lebih baik lagi. Seolah-olah kami hanya berdiri dipinggir lapangan, jika tidak ada masalah, maka kami tidak ada kerjakan, diakhir lomba kami dapat honor, rasanya kurang elok jika kami tidak ada kerjaan,” terang Ir.Moh.Arifin,MM.
Ketua Pengda mengatakan bahwa Dewas bukan untuk mengintervensi tapi ada dialog, semisal apakah burung dengan nomor sekian layak dapat bendera tiga warna hitam atau tidak. Ditambahkan oleh Ir.R.Moch.Mahmud bahwasanya kehadiran Dewas berawal ketika juri punya hak mutlak, sehingga hasil penjurian tidak bisa dianulir.
Ketika lomba selesai, ya selesai. Terkesan posisi juri terlalu mutlak, sehingga perlu adanya penyeimbang, maka lahirlah Dewas. Rudi Darmawan, juri nasional Bangkalan mengatakan bahwa syarat untuk menjadi Dewas harus mampu menguasai dan mumpuni atau ngerti burung, sehingga ketika diajak rembukan, maka bisa nyambung dan bisa memberikan masukan dan solusi.
Ryan, perumus berharap Dewas diambil dari juri senior karena pasti paham soal burung. Siswoko Raharjo, Ketua Bidang Penjurian Pengda Bangkalan, memberikan tanggapan. “Kalau Dewas diambilkan dari juri senior, khawatir jadi oknum di lapangan karena selama ini juri sering jadi sorotan peserta. Dewas yang ditunjuk Bangkalan sudah melalui pertimbangan matang,” ungkap Siswoko Raharjo.
Ir.R.Moch Mahmud mengatakan hal yang sama. “Mencari Dewas tidak mutlak harus dari juri senior karena ada kriteria. Iya kalau juri senior mentalnya bagus, kalau tidak, ya sama aja,” sambung Ketua Pengda Bangkalan. Achmad Fathoni Farmadi memberikan komentar perihal kehadiran Dewas.
“Saya kira kualitas Dewas sudah bagus. Perannya tidak pasif dan tugasnya berat, selain mengatur lomba juga mengatur peserta yang bikin ramai di lapangan. Dewas bukan sosok yang sempurna. Aturan perlu dibuat jangan terlalu kaku, dibuat interaksi antara juri dan dewas, sebelum peserta tanya Dewas harus memberikan penjelasan,” jelas pria yang akrab dipanggil Ade.
Ir.R.Moch Mahmud kembali memberikan komentar. “Semua butuh proses, posisikan Dewas dan juri sebagai partner sehingga jalannya penjurian bisa lebih fair play. Jangan mempertahankan arogansinya masing-masing. Tidak ada yang sempurna, tetapi setidaknya kita memberikan yang terbaik sehingga peserta bisa puas,” kata pemilik CTP BF lagi.
Ir.Moh. Arifin, MM kembali berkomentar. “Saya minta kepada seluruh kung mania di Bangkalan, baca dan pahami AD/ART yang ada sehingga kita paham betul apa yang harus dilakukan dan tidak,” harap mantan Ketua Pengda Bangkalan. Komitmen diharapkan oleh Ketua Pengda agar keinginan bisa dirasakan.
“Kita memulai dan mengawali untuk berkomitmen bahwa Bangkalan bisa mengemas lomba yang fair play, mari kita mulai dari Bangkalan. Juri jangan sampai berpikiran bahwa adanya Dewas adalah hal yang harus bersebrangan, tapi jadikan Dewas sebagai partner untuk menciptakan lomba yang fair play,” harap Ketua Pengda.
Husni, Ketua Pengcam Labang mengapresiasi kemajuan yang sudah dicapai. “Pengda sudah berusaha menjadikan Bangkalan lebih baik, tapi kadang ada peserta yang belum mendukung semua itu. LHB saat ini sudah dipertahankan, kasus di Galis ada burung yang tidak layak naik, maka bendera usulan dicabut. Ini sebuah kemajuan juri yang sudah berani mengambil keputusan tepat,” apresiasi Husni.
Harapan lain datang dari Ketua Pengda. “Juri jangan sampai berpeda pendapat. Ketika di dalam lapangan seakan-akan satu suara, tapi diluar bicara lain, semisal ada kasus bahwa burung nomor sekian sebenarnya tidak layak dapat bendera tiga warna hitam. Nah ini yang tidak boleh terjadi,” lontar Ir.R.Moch Mahmud.
Sampai akhirnya ada keinginan agar Dewas bisa masuk lapangan dengan catatan bukan memvonis tapi diskusi terhadap burung yang akan dinilai. Bahasan selanjutnya adalah soal diskualifikasi. Selama ini masih ada burung yang ternyata usianya tidak lagi piyik hanging. Bagaimana penentuan diskualifikasi jika terjadi kasus seperti itu.
Abbas, juri nasional asal Blega mengatakan jika ada kasus peserta LHB pada babak pertama dinyatakan diskualifikasi, maka babak selanjutnya nilai langsung ditahan hanya berhak atas bendera dua warna, meskipun secara kualitas lebih dari itu. Samsul Borneo mengusulkan agar diskualifikasi dilakukan perbabak.
Holik JBN mengatakan hal yang sama. Semisal ada burung pada babak pertama dapat nilai empat warna, pada babak kedua ternyata diketahui bukan piyik hanging, maka nilai babak pertama dipertahankan atau dibiarkan sedangkan babak kedua, langsung kena. Ir.Moh.Arifin,MM berpendapat beda.
“Saya ingin ada efek jera dari pemilik, harus ada sanksi tegas sehingga burung tua tidak dilombakan terus. Apabila babak pertama bunyi bagus, babak kedua bekur, maka harus diskualifikasi dilakukan semua babak tanpa terkecuali,” kata Ir.Moh.Arifin,MM. Adapun point diskualifikasi adalah kategori burung gacor.
Wawan juri mengatakan bahwa burung 3 kali bunyi berturut-turut dengan interval kurang dari 10 detik, maka burung tersebut dianggap gacor dan masuk kategori sebagai burung yang kena diskualifikasi pada kelas Piyik Hanging.