Perkutut
Liga Perkutut Madura 2025 Siap Digulirkan, Juri Siap Dukung Fair Play dan Transparansi (bagian 4)
Liga Perkutut Madura diharapkan bisa menjadi gelaran yang mampu menyuguhkan system penjurian yang fair play dan tranasparan. AD/ART dan Pakta Integritas yang sudah dibuat bakal dijadikan sebagai acuan dan penerapan system penjurian untuk memastikan tidak ada langkah yang menyimpang.
Beberapa juri yang ada di Madura, sudah menyatakan siap mendukung keinginan tersebut, menjadikan Liga Perkutut Madura sebagai percontohan even yang mampu menjalankan aturan dengan baik dan benar sesuai dengan AD/ART dan Pakta Integritas. Seperti yang disampaikan Akhmad Mauluddin, juri nasional asal Sampang.
“Saya ingin gelaran LPM menjadi ajang bagi juri di Madura sebagai contoh yang baik. Saya berharap teman-teman juri seluruh Madura dan juga Indonesia untuk menerapkan aturan yang betul-betul sudah dikeluarkan oleh P3SI. Pakta Integritas harus benar-benar dilakukan dan diterapkan,” terang Akhmad Mauluddin.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menunjukkan pada peserta bahwa proses penjurian yang dijalankan sudah benar, semisal dengan cara menghitung. Perlihatkan tangan kita pada peserta bahwa setiap bunyi melalui proses hitungan, sehingga penilaian benar-benar sesuai dan tidak direkayasa.
Hal ini berlaku untuk semuanya, termasuk dewan, koordinator dan juri itu sendiri. “Setiap penilaian ada hitungannya, mulai dari nilai dua warna sampai seterusnya. Setiap bunyi yang akan dinilai harus memenuhi syarat hitungan. Saya berharap, baik juri, koordinator dan dewan membiasakan aturan ini dilaksanakan dengan sebenar benarnya,” harap Akhmad lagi.
Sueb, juri nasional asal Bangkalan mengatakan hal yang sama. “Saya kira setiap uri harus paham dan mengikuti aturan yang sudah ada, maka itu akan benar kerjanya dan pasti aman, tidak akan menjadi masalah,” jelas Sueb. Cara yang bisa dilakukan untuk meredam teriakan peserta adalah dengan cara angkat tangan sebagai proses dari menghitung .
“Angkat tangan saat menghitung suara burung perlu dilakukan karena mengurangi teriakan peserta karena peserta akan melihat bahwa burung miliknya benar-benar dihitung dan yang pasti penilaian terpantau dengan baik oleh peserta. Yang penting sesuai dengan kualitas burung itu sendiri,” sambung Sueb.
Komenatr yang sama juga disampaikan Gazali, juri nasional asal Sumenep. “Kami sebagai juri dalam menjalankan AD/ART dan Pakta Integritas adalah bentuk tindakan yang sudah sesuai dengan aturan yang ada. Artinya bahwa system penjurian ini sudah benar. Tidak ada penilaian kebijakan,” ungkap Gazali.
Lebih lanjut ditambahkan bahwa juri tidak perlu melakukan tindakan di luar ketentuan yang sudah diatur. “Semua harus sesuai dengan aturan. Lomba akan damai dan bisa menikmati kalau juri sudah berkerja sesuai dengan aturan. Penilaian ya penilaian, tidak ada pengecualian dan kebijakan,” kata Gazali lagi.
Harapannya juri bisa memberikan yang terbaik dalam penilaian kepada peserta. Biar sama-sama puas, walaupun kepuasan tidak akan pernah berakhir, pasti tidak akan puas. “Ayo koreksi diri, baik kita sebagai bagian dari korps juri, pengurus P3SI, sama-sama sadar diri. Mohon ma’af karena kedekatan akhirnya terjadi kebijakan yang menyimpang dari aturan. menilai apa adanya,” ungkap Gazali lagi.
Adi Sis, juri nasional asal Sumenep juga berkomentar yang sama. “Saya sebagai seorang juri ajukan jempol dengan upaya dan usaha untuk menerapkan aturan yang fair play dan transparan. Selama ini orientasi saya memang kesana, sehingga akan tercipta suasana lomba yang kondusif,” jelas Adi Sis.
Namun ada yang perlu dilakukan yakni mengendalikan peserta yang terlalu urakan karena menggangu juri, sehingga konsentrasi bisa terganggu. “Juri kadang tidak dengar karena teriakan peserta, Sehingga saat itu terjadi maka juri yang disalahkan. Peserta harus juga diredam, sehingga bisa membantu kinerja juri untuk bisa bekerja dengan baik,” harap Adi Sis.
Akhmad Mauluddin menambahkan bahwa ada cara agar juri bisa lebi familer dengan aturan tersebut yakni ketika dikasih surat tugas, maka AD/ART dan Pakta Integritas dikirimkan uga sehingga bisa dipelajari oleh rekan-rekan sesama juri. Kebiasaan menyimak dan mempelajari aturan tersebut, maka akan semakin paham.
Mereka juga merespon terkait pemberian sanksi bagi juri yang masih saja melakukan kesalahan. “Jika ada juri yang melanggar, maka saya setuju kalau ada sanksi, karena ini bentuk konsekuensi. Makanya harus hati-hati dan menjalankan tugas dengan benar. Karena disana sudah jelas apa yang harus dilakukan dan tidak,” kata Akhmad lagi.
Juri yang yang tidak mau ikut aturan, maka akan ditinggal. Karena ini sudah aturan yang wajib dilaksanakan dan tidak ada tawar menawar lagi. “Sudah waktunya membuang dan menghilangkan suara sumbang dari peserta soal juri. Kalau juri sudah menjalankan tugas dengan baik dan peserta mengerti penilaian, maka proses penjurian akan berjalan dengan tertib dan tenang dan berlomba,” sambung Akhmad Mauluddin.
Harapannya agar semua juri bisa menjalankan semua ini dengan baik. “Semoga teman-teman bisa menjaga amanah ini dengan baik, amanah dari Ketua Umum P3SI, Ketua Bidang Penjurian Pusat. Amanah ini sulit dan berat tapi harus tetap dilaksanakan dengan baik. Juri dibayar mahal makanya dituntut benar-benar kerjanya harus profesional,” ungkapnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dibutuhkan kecerdasan juga, jam terbang sehingga akan mempengaruhi profesionalisme seorang juri. Sueb mengatakan hal yang sama. “Jika ada juri yang melanggar, saya setuju dan mendukung kalau ada sanksi dengan tujuan biar ada efek jera. Karena kalau tidak, maka mereka tidak akan jera,” terang Sueb.
Gazali juga mendukung langkah tersebut. “Kalau ada juri yang menyimpang dan kena sanksi, saya sangat setuju, walaupun itu diberikan pada teman-teman sendiri. Kapan lagi bisa secara profesional bisa menjadi lebih baik,” kata Gazali. Adi Sis juga sependapat. “Kalau ada juri kena sanksi, saya setuju dengan alasan agar ada efek jera,” ucapnya.
Namun demikian pemberikan sanksi harus sesuai prosedur. Sueb mengatakan bahwa setiap kesalahan harus dievaluasi terlebih dahulu, seberapa besar tingkat kesalahan yang dilakukan sebelum menjatuhkan sanksi. “Setiap kesalahan harus dievaluasi, apakah disengaja atau tidak karena juri punya keterbatasan,” kata Sueb. Gazali mengatakan hal yang sama.
“Tidak masalah ada sanksi. Sanksi harus tegas tapi harus diinvestigasi sebelum memberikan dan menjatuhkan sanksi. Harus ada bukti kuat bahwa juri memang bersalah dan menyimpang. Tingkat kesalahan mohon juga dipertimbangkan,” tambahnya. Sedangkan Adi Sis mengaku bahwa pemberian sanksi bisa diawali dengan surat peringatan.