Lomba
Kotak Swadaya Untuk Kesejahteraan Juri, Efektif kah Mengurangi Peluang Untuk Ngodeng ?
Tahun 2021 kini sudah berganti, jadual musim lomba sudah menanti, jadi lembaran baru kicau mania. Namun, masalah penilaian kinerja juri dalam sebuah lomba masih menjadi persoalan klasik. Juri odengan (uang jasa pengawalan burung digantangan) dengan modus goreng-menggoreng burung peserta digantangan acapkali menjadi persoalan yang mengemuka disebuah lomba.
Sejatinya, dalam menyikapi hal itu kita juga tidak hanya bisa dengan menyudutkan sebagian kecil oknum juri, masih banyak juri yang selalu menjaga amanah dalam tugasnya. Mereka juga manusia biasa dengan segala tuntutan kebutuhan hidup untuk keluarganya (anak istri) yang bisa membuatnya suatu ketika tergoda.
Tugas berat yang diembannya terkadang tidak sebanding dengan honor yang diterima. Karena, masih ada sebagian penyelenggara lomba, khususnya dilatber/latpres, yang menggunakan jasa juri-juri dari sebuah Even Organiser (EO), dengan seenaknya memberi honor dibawah standar. Sementara sipenyelenggara itu sendiri menuntut juri harus bekerja dengan baik agar lapangannya selalu ramai dipenuhi peserta.
Kembali kemasalah penilaian di lapangan, juga bergantung kepada perilaku para pemain (pesertanya). Terkadang, banyak godaan datang justru dari sipemain itu sendiri yang berambisi untuk menang dengan cara mengiming-iming sesuatu guna mengawal burungnya digantangan.
Lalu bagaimana caranya agar juri tetap bertugas fair play dalam menjaga amanah disetiap bertugas, sementara godaan dari pemain kerap menjeratnya? Dalam sebuah obrolan santai, penulis bertemu dengan sejumlah kicaumania, diantaranya Om Djonwie, pemain senior yang juga bekas salah satu pengurus disalah satu EO terbesar tanah air.
Dalam mengatasi persoalan tersebut menurutnya kembali pada masalah honor dan kesejahteraan. Karena, bagaimanapun, seseorang akan bekerja dengan sungguh-sungguh bila kesejahteraannya tercukupi. “Semuanya kembali pada kesejahteraan, kalau sudah dicukupi pasti juri juga akan bekerja maksimal dan profesional,” ungkap dia.
Untuk memenuhi kesejahteraan ada beberapa cara. Tidak harus meski dengan diam-diam atau lewat jalur japri yang selama ini dilakukan oleh sebagian para pemain. Ada cara lebih terhormat, misalnya setiap even organiser (EO) yang menggelar lomba baik latber, latpres maupun lomba besar sekalipun, panitia menyediakan kotak yang dia sebut Kotak Swadaya untuk Juri.
“Kotak itu bisa diisi semua pemain siapapun terutama yang burungnya menang atau juara, jumlahnya terserah, ini suka rela. Ya sebagai tanda terimakasih lah. Kalau memang agar ingin diketahui identitas pemberinya ya silahkan saja sebelum dimasukan ke kotak, uang terimakasih tersebut diisi dalam amplop kemudian tulis nama pribadi atau nama timnya,” lanjutnya.
Dan uang dikotak Swadaya yang dikumpulkan itu memang dikhususkan untuk para juri yang bertugas hari itu, dibagi rata setelah gelaran usai. Bukan untuk panitia atau pengurus maupun pemilik EO. “Dengan cara seperti itu saya jamin juri akan bekerja dengan baik, juri juga kan manusia, punya hati nurani. Mereka akan terus menjaga dan memelihara lapangannya, agar tetap ramai, dengan bekerja sebaik-baiknya,” pungkasnya.
Jadi, melalui kotak Swadaya ini untuk menambah kesejahteraan juri, selain honor standard dari panitia penyelenggara lomba.
Hal senada juga diungkapkan Om Nano, kicaumania kawakan yang sebelumnya pemain anis merah dari Cibubur yang belakangan ini kembali eksis ke gantangan main dijenis murai batu. Sama seperti yang diungkapkan diatas, dia juga menyarankan kepada setiap penyelngara lomba atau latber, dengan menyediakan kotak yang nantinya diisi peserta berupa tanda terimakasih untuk juri. Kotak tersebut nantinya diberikan pada juri-juri yang bertugas hari itu.
“Kalau memang dalam penilaiannya fair play, burung kita dinilai dengan baik, apalagi bisa sampai juara, secara sukarela dan ikhlas kita juga akan mengisi kotak itu sebagai tanda terimakasih dan penghargaan atas kinerja juri-jurinya,” pungkas Om Nano.
Lantas bagaimana tanggapan pihak juri sendiri, adanya wacana seperti itu? Menurut Jhon Dayat, Ketua Paguyuban Juri Independen Indonesia (PJII) dia setuju-setuju saja. Dan tentu akan mendukung dan mengikutinya, karena bertujuan baik demi meningkatkan kesejahteraan juri yang sedang bertugas.
Namun, dia buru-buru mengingatkan, selama ini baginya ada tambahan kesejahteraan berupa uang ataupun tidak, dia bersama tim jurinya tetap kerja secara professional dalam setiap penugasannya.
Karena, kata dia terkadang kembali pada mental dan moral serta karakter juri yang bersangkutan. Meskipun dengan kesejahteraan bagus belum tentu menjamin kinerja baik “Intinya, kami di PJII terutama merapihkan moral juri. Karena meski disejahterakan kalau moral dan karakter atau sifat pengemis, ya tetap saja sulit untuk amanah. Dan kalau ada juri yang tetap membandel, ya terpaksa kita buang (keluarkan) dari keanggotaan PJII. Ini bukan soal menyangkut skil ya, tapi mental dan karakter,” jelasnya.
Meskipun hanya sebatas paguyuban, PJII dengan semaksimal mungkin pihaknya selalu berusaha menyiapkan kesehateraan juri-jurinya. Misalnya ada anggota juri sakit dan lainnya, sudah disiapkan dana meskipun seadanya, yang diambil dari kas yang dikumpulkannya disetiap even. Jadi, bilamana memang ide kotak kesejahteraan disetiap penyelenggara terealisasi pihaknya setuju dan akan mengikutinya.
Bang Boy BnR: Ada Pengurus EO Untuk Kepentingan Pribadi Dengan Memanfaatkan Juri-jurinya
Menyikapi wacana disediakan kotak Swadaya buat kesejahteraan juri, menurut Bang Boy BnR, persoalannya bukan hanya pada nilai uang atau kesejahteraan saja. Semuanya kembali pada karakter dan mental juri yang bersangkutan.
Karena, sebenarnya mental juri tidak bisa dinilai dengan uang semata, tapi dari pribadi juri itu sendiri harus berjiwa pengadil yang tegas dan netral. “Kita lihat misalnya, pengadil seperti Hakim, sudah memiliki fasilitas lengkap kesejahteraan terjamin tapi ada juga sebagian yang mentalnya tidak kuat, kan?” ungkapnya.
Jadi, lanjut Bang Boy, bukan jaminan dengan kesejahteraan juri itu tidak akan bermain odeng. Ini menyangkut masalah mental dan hati yang lebih utama. Dan bila ingin memiliki juri yang amanah, EO harus benar-benar mendidik dengan baik. Kalau bicara kesejahteraan juri BnR, kata Bang Boy, mereka sudah nyaman. Bahkan mereka diasuransikan dan kalau ada apa-apa kami dan pengurus juga tidak akan tinggal diam.
“Nah ini kalau kita bisa mendidik mental juri dan konsisten, kicaumania akan senang dan mereka akan berbondong bondong datang, ke even kita. Dan EO juga memberikan yang lebih baik kepada jurinya,” jelasnya.
Jadi, kata dia hal utama lainnya juga kembali pada pengurus EO itu sendiri. Kalau pengurus memiliki mental dan jurinya konsisten, pemilik EO akan mensejahterakan jurinya akan lebih baik. “Kan sekarang ada EO yang mencari uang tapi dengan cara memanfaatkan juri-jurinya. Dan EO semacam ini memang ada, sudah menjadi pembicaraan umum,” tambah Bang Boy.
Jadi, sebagus apapun kemasan lomba dengan promo gila gilaan bukan berarti kicaumania akan tertarik untuk datang. Karena dasarnya mental pengurusnya sudah kena. Korbannya ya juri-jurinya, sementara yang dapat sesuatu ya pengurusnya, untuk kepentingan pribadinya dengan memanfaatkan jurinya. *agrobur4.