Puter Pelung
Jokotole Bangkalan : Amat Licik dan Picik, Jika Berlomba Kalah Kemudian Menyalahkan Kinerja Juri

Tidak dipungkiri bahwa sampai saat ini masih saja muncul ketidakpuasan peserta dalam lomba Puter Pelung. Meski jumlah mereka hanya segelintir, tentu bisa menjadi preseden buruk bagi keinginan hobi puter pelung untuk menciptakan image bagus sebagai penyelenggaraan lomba yang mengedepankan nilai-nilai fair play.

Kerja keras panitia untuk untuk mengemas lomba dengan kesan baik, seakan tidak pernah mendapatkan pengakuan. Keinginan penyelenggara lomba untuk menyajikan sebuah gelaran puter pelung dengan akhir yang manis, nampaknya harus dibatalkan karena masih ada beberapa peserta yang menilai gelaran tersebut masih syarat dengan kepentingan.
Yang lebih fatal adalah bahwa juri menjadi pihak yang harus bertanggung jawab akan hal tersebut. Kinerja juri dinilai masih belum bisa mencerminkan sebagai juru vonis yang benar-benar adil. Mereka yang kalah adalah pihak yang seringkali melakukan hal demikian.
Jokotole, mania asal Bangkalan Madura lantas berkomentar bahwa tidak selamanya juri harus menjadi kambing hitam atas kekalahan burung milik peserta. “Saya kira wajar kalau ada pemain yang kalah, lalu menyalahkan kinerja juri,” tegas Jokotole. Padahal menurutnya tidak selamanya hal itu benar.

“Saya kira peserta yang memiliki pemikiran seperti itu, adalah mereka yang tidak memiliki jiwa sebagai pemain sejati, mereka cenderung sebagai pemain yang ambisi untuk selalu menang tanpa melihat kualitas burung miliknya, makanya jika hal ini dibiarkan, maka hobi puter pelung akan rusak” lanjut Jokotole.
Seharusnya sebelum memberikan komentar, peserta tersebut harus mengaca pada keadaan pada saat lomba diadakan, apakah sudah pantas menyalahkan juri, sementara burung miliknya benar-benar belum pantas untuk dimenangkan. Jangan selalu menyalahkan juri sementara dia sendiri ambisi untuk menang.
“Bagaimana mungkin hobi puter pelung bisa maju, jika jurinya selalu diobok-obok,” kata pengorbit Sri Rama, Raja Mongol dan Bom Bali, puter pelung berprestasi. Seharusnya cara yang bijak untuk dilakukan oleh orang tersebut adalah mencari burung berkualitas dari miliknya sekarang dan bukan malah mempertanyakan kualitas juri.

“Ayo sekarang berperilaku secara fair play, bersaing secara kualitas burung, jangan asal bicara tanpa ada data dan fakta,” imbuhnya. Apa yang dilakukannya bukan karena burung orbitannya selalu menang. Menurut Jokotole, puter pelung rawatannya adalah burung yang memiliki kualitas lomba.
Meski demikian dirinya tidak selalu minta juara, jika memang kondisi burung pada sat itu tidak prima. hal ini terbukti dari beberapa penampilan bahwa Sri Rama tidak selalu harus juara, Raja Mongol juga demikian, jika memang bagus, pasti juara, sebaliknya jika tidak dalam kondisi maka tidak akan bisa menembus urutan juara.
Begitu halnya dengan Bom Bali, jika para pesaing lebih bagus, maka dirinya tidak akan memaksakan diri untuk jadi juara. “Marilah berfikir dewasa, jangan kayak anak kecil, jika hobi puter pelung ingin maju, sudah saatnya melihat kualitas burung milik lawan agar tidak selalu memaksakan untuk menang,” kata Jokotole lagi.
