Perkutut
Agenda Konkurs Tanah Air Terhenti, Benarkah Tugas Sang Perawat Ikut-Ikutan Libur ?
Ketika virus Covid-19 menyerang dunia, tak terkecuali Indonesia berdampak pada seluruh sektor kehidupan masyarakat, salah satunya hobi perkutut. Virus pemicu Corona, penyakit menakutkan ini mampu melumpuhkan aktifitas masyarakat secara umum. Serangan virus ini juga berhasil membuat komunitas perkutut tanah air kelimpungan.
Lewat surat edaran dari Ketua Umum Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI), Mayjend TNI (Purn) Zainuri Hasyim, nomor : S-006/P3SI/III/2020, tertanggal 19 Maret 2020 mengintruksikan kepada seluruh Ketua Pengwil P3SI, Ketua Pendga P3SI di seluruh Indonesia untuk menghentikan semua kegiatan hobi perkutut sampai tanggal 29 Mei 2020.
Intruksi ini bisa diperpanjang lagi sampai pada batas yang belum bisa ditentukan, jika kondisi masih belum dinyatakan aman. Surat keputusan ini diperjelas dan dipertegas lagi juga oleh keluarnya surat keputusan dari tiap-tiap Pemerintah Daerah yang melarang untuk melakukan aktifitas atau kegiatan. Makin lengkap sudah larangan bagi kung mania untuk melakukan kegiatan.
Secara otomatis agenda konkurs yang sudah terjadwal dibeberapa daerah, dinyatakan batal dan tidak boleh diselenggarakan. Mulai dari agenda Latber, Liga sampai LPI dinyatakan berhenti untuk sementara waktu, sampai kondisi benar-benar aman. Libur panjang ini nampaknya menjadi satu diantara sekian banyak beban yang dirasakan oleh kung mania.
Khususnya pelomba karena harus menghentikan agenda turun ke lapangan. Padahal meliburkan sang orbitan, memiliki resiko yang tidak diharapkan. Mereka harus tetap melakukan perhatian pada orbitan, agar kondisinya bisa tetap bagus. Abdus Syukur MTG Sidoarjo mengaku bahwa perawatan harus tetap dilakukan.
“Walau lomba libur, tapi perawatan harus tetap dilakukan seperti biasa, dikontrol setiap waktu bagaimana perkembangannya, dikerek sendiri di rumah, pokoknya tetap harus mendapatkan perhatian,” papat Abdus Syukur. Sebab menurutnya jika tidak demikian, maka akan berpengaruh pada performa yang dialami.
Selama burung tersebut diproyeksikan untuk lomba, maka tidak ada yang namanya libur rawatan dan perhatian, sebab jika tidak dirawat, dikhawatirkan akan rusak. “Waktunya dimandikan ya dimandikan, waktunya dijemur yang dijemur, waktunya dikerek yang dikerek, jadi tidak ada kata libur,” imbuhnya.
Rawatan untuk burung lomba adalah pada kualitas suara. Maka dari itu untuk mempertahankan agar kualitas suara bisa tetap bagus, maka faktor rawatan menjadi kunci utama yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. “Menjaga kualitas suara adalah pekerjaan yang amat sulit dan butuh ketelatenan, kesabaran, sebab jika tiba-tiba suara meleset dari harapan, nah itu yang tidak diinginkan setiap perawat,” kata Abdus Syukur lagi.
Billah Bagus BF Jakarta, mengatakan hal yang sama. “Rawatan meski tidak ada lomba, tetap seperti biasa, cuma bedanya tidak dilatih. Mandi, jemur, vitamin dilakukan seperti biasa,” terang Billah. Sebenarnya masih menurutnya burung yang sudah mapan tidak ada masalah tidak dilatih, yang perlu latihan adalah burung-burung baru dalam tahap dipoles.
“Saya kira untuk burung yang sudah mapan di lapangan tidak masalah kalau tidak dilatih, selama ini saya tidak tidak pernah melatih burung yang sudah mapan, cukup jemur, mandi, vitamin,” imbuhnya. Rawatan rutin dilakukan karena memiliki pengaruh.
Masih menurut Billah, yang jelas burung perkutut kalau sudah tambah umur pasti tambah gacor, kalau sudah gacor otomatis lebih ngaco, suaranya pasti ada ngaconya. Maka dari itu salah satu tujuan perawatan sebenarnya, adalah bagaimana mengkondisikan burung tidak terlalu gacor ketika ada di rumah.
“Diusahakan jangan sampai banyak bunyi ketika ada di rumah, sebab sekali ada burung mengeluarkan suara gak enaknya maka yang dibawa ke lapangan pasti bunyi tersebut. Itu menurut saya,” tambahnya. Untuk itulah tidak ada kata istirahat dalam hal rawatan burung meski lomba mengalami masa libur.
Benny Mintarso, Surabaya mengaku bahwa burung kelas lombanya harus tetap dirawat dan dilatih, baik latihan bersama banyak burung ataupun hanya beberapa ekor saja, baik latihan ditempat latihan ataupun dirumah. Latihan dinilai tetap dibutuhkan untuk mengkondisikan burung biar tetap top form.
“Saya kira meski tidak ada lomba, burung tetap mendapatkan porsi rawatan dan latihan yang cukup, sebab jika tidak, maka kondisinya akan ngedrop,” jelas Benny. Apalagi burung yang sudah masuk kandang ternak, maka kondisinya akan semakin ngedrop. Ibarat seorang atlit yang tidak pernah latihan, maka kondisinya tidak akan prima.
“Begitu juga dengan perkutut, sebab dengan rawatan dan latihan rutin, maka burung tersebut tidak akan kaget ketika nanti memasuki masa lomba,” imbuhnya. Mail, perawat perkutut yang kini tinggal di Pondok Candra Sidoarjo mengatakan bahwa porsi rawatan dan latihan, jangan sampai mengalami kemandekan.
“Saya kira ada ataupun tidak ada lomba, tidak ada pengaruh, burung tetap harus dirawat dan dilatih, karena jika tidak, maka keistimewaan yang dimiliki tidak bisa keluar,” katanya. Sebab menurutnya rawatan adalah cara untuk mengkondisikan burung agar tetap sehat dan menstasbilkan birahi, sehingga ketika berada di atas kerekan, burung tersebut mau tampil.
“Ada kalanya burung yang dirawat saja tidak mau tampil saat dilomba, apalagi burung yang tidak mendapatkan rawatan,” katanya lagi. Libur lomba baginya adalah saat dimana kung mania tidak lagi bisa hadir di arena, namun soal perawatan harus tetap dilakukan. Mail menambahkan bahwa libur lomba adalah waktu yang tepat untuk ikhtiar.
Ikhtiar yang dimaksudkan adalah memperbaiki kandang sehingga bisa menghasilkan produk unggulan dan juga memaksimalkan rawatan sehingga ketika dikerek, burung bisa tampil mempesona. Baginya burung kelas lomba, tidak ada kata libur dalam hal rawatan dan latihan. Encung, perawat handal asal Sampang Madura mengakui hal yang sama.
Menurutnya rawatan harus tetap diberikan. Bahkan burung harus tetap dilatih dikerek. “Selama libur tidak ada lomba, saya tetap merawat dan melatih burung, sebab kalau tidak ditawat bisa rusak,” jelas Encung. Rawatan yang dimaksudkan semisal mandi, jemur dan beberapa rawatan lainnya. Sebab jika tidak tersetuh rawatan, maka burung bisa rusak.
“Kalau burung sudah rusak, butuh proses lama untuk memperbaikinya, seperti rusak mental, gak mau bunyi,” imbuhnya. Wasid, sang pengorbit burung-burung berprestasi asal Sampang Madura mengakui bahwa rawatan harus tetap diberikan. “Meski libur lomba tetap dirawat seperti biasa, dilatih, seperti biasa, latihan di rumah karena tempat latihan di Sampang banyak yang tutup,” jelasnya.
Minimal saat latihan sendiri di rumah ada empat burung yang dikerek bareng. Kalau tidak dirawat, khawatir pada saat lomba sudah dimulai lagi, maka tidak mau bunyi di lapangan. Menurut Wasid, tujuan dirawat agar kita tahu perkembangan burung dari hari kehari. Mau buka depan atau tidak, apa berubah dorong atau tidak. Jadi dengan rawatan rutin, maka burung akan terpantau terus.
Sebaliknya selama masa libur, jamu untuk sementara prei (libur), hanya main vitamin. Jamu hanya diberikan saat mau tarung di lapangan, sedangkan vitamin untuk stamina agar tetap sehat. Masih menurut Wasid, kalau jamu lebih keperforma burung itu sendiri. Yang pasti dalam satu minggu harus dikerek, untuk sekedar mengingatkan burung. karena latihan dengan cara dikerek sama dengan lomba.
Latihan kerek bertujuan untuk melatih mental burung agar tetap ada, sebab jika tidak dilatih, khawatir mentalnya drop. “Ada kalanya burung mau tampil harus dilatih kerek, ada juga yang sudah ada mental bawaan, namun tetap latihan kerek,” kata Wasid lagi. H.Cholil, perawat ternama mengatakan selama masa libur konkurs, beberapa orbitan miliknya menjalani masa libur dengan cara masuk kandang.
“Semua burung lomba yang ada ditempat saya, masuk kandang untuk diternak. Ada beberapa yang diumbar,” ungkapnya. Sebab menurutnya dengan kondisi saat ini, tidak ada gunanya membiarkan burung tanpa harus bisa dilombakan. “Kalau dilatih terus buat apa, kalau diternak kan bisa menghasilkan. Kalau sudah ada yang bagus kan lumayan bisa untuk lomba atau bisa dilepas,” imbuhnya.
Namun H.Cholil menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan dengan cara demikian. “Kalau ternyata burung yang diternak tadi masih mampu untuk dilombakan, ya saya lombakan, tetapi jika tidak mampu, ya saya ganti dengan yang lain,” imbuhnya. Bahkan selama libur konkurs, dirinya mengaku total prei, tak ada aktivitas.
Lokasi latihan miliknya sementara waktu juga sudah ditutup rapat untuk latihan. Bahkan beberapa ternak perkutut yang dijalaninya, nyariis tidak pernah terkontrol. “Saya jarang lihat kandang, apakah sudah netas atau sudah besar anakannya, pokoknya saya prei total,” kata H.Cholil lagi.
Deny pengorbit perkutut asal Sampang Madura mengakui bahwa burung khusus lomba tetap mendapatkan rawatan dan dibawa ke latihan. Berhubung di Sampang lokasi latihan tutup, maka dirinya melakukannya di rumah sendiri. “Libur lomba, perkutut tetap saya rawat, sebab jika tidak dirawat maka kalau mau dilomba butuh waktu lama lagi untuk mengkondisikan penampilannya,” jelas Denny.
Libur rawatan berarti akan menimbulkan tugas baru yakni mengembalikan kondisi awal karena sudah lama tidak mendapatkan rawatan. Masih menurut Deny, latihan bertujuan untuk mempertahankan stamina. “Kalau burung sudah sudah tidak dirawat, maka harus cari sela lagi, apalagi kalau sampai masuk kandang, khawatir liar, jadi butuh proses lagi untuk dikembalikan pada kondisi semula,” tambahnya.
Untuk itulah burung harus rutin tiap minggu tetap dikerek, karena latihan memiliki manfaat untuk melihat kualitas suara, apa yang kurang, maka diperbaiki. Kalau dibiarkan burung gemuk, kalau sudah seperti itu, maka itu artinya tugas baru menanti. Masih menurut Deny rawatan selama libur konkurs tidak sepenuhnya, tapi tetap diperhatikan.
Mat Rouf, pemandu bakat yang tinggal di Surabaya mengatakan bahwa jangan sampai mengalami masa libur. “Meski lomba libur, perawatan harus tetap dilakukan, sebab jika burung lama tidak dirawat maka akan mengakibatkan burung jadi males tampil,” kata Mat Rouf. Selatin rawatan rutin, seminggu sekali burung harus mendapatkan porsi latihan.
Latihan bisa dilakukan sendiri di rumah atau ditempat latihan. “Kalau burung tidak sampai dirawat, semisal masuk kandang dan bertelur, maka saat itulah kondisi burung akan mengalami penurunan. Kalau itu terjadi maka, butuh proses lama untuk mengembalikan pada kondisi awal,” paparnya.
Lebih lanjut Rouf mengatakan jika burung sudah tidak birahi akibat salah rawatan ataupun rawatan yang tidak diberikan, maka setidaknya butuh waktus ektiar satu bulan untuk mengkondisikan awal agar burung mau tampil. Bambang Kancil Bandung, juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya meski libur konkurs, bukan berarti perlakuan pada perkutut orbitannya ikut-ikutan libur.
“Selama libur lomba, perkutut tetap saya rawat, mulai jemur dan perawatan lain. Saya juga sempatkan latihan dengan cara ngerek meski hanya berupa latihan, minimal ada 10 sampai 20 kerekan yang terisi burung,” jelas Bambang Kancil. Diupayakan juga melatih burung, jangan sering-sering di rumah sendiri, lakukan latihan ditempat lain agar burung terbiasa dikerek pada lokasi yang berbeda.
Sebab masih menurut Bambang Kancil, kalau sering dikerek di rumah kurang bagus untuk performa burung. “Kalau burung kurang dirawat apalagi dilatih, maka sifat tempurnya akan berkurang, bahkan bisa hilang. Makanya latihan dan rawatan tetap penting dilakukan, meski libur lomba,” imbuhnya.
Umbaran yang menjadi alternative, juga disarankan untuk tidak sering dipakai. “Burung lomba jangan dilos di umbaran, kasihan burungnya karena tidak akan jalan dan bisa jadi burung indukan, kecuali burung itu mau dijadikan indukan,” kata Bambang lagi. diumbar oleh, tapi jangan serius, artinya jangan sampai didiamkan terlalu lama, karena gak akan jalan, burung gak mau tempur. Selain rawatan, jemur dan latihan, pemberina jamu masih tetap dilakukan Bambang pada beberapa perkutut polesannya. “Kalau burung rusak gara-gara gak dirawat, maka jangan harap bisa kembali, rusak yang dimaksud muter cari sarang pengen disarangnya, pengen kawin. Itu berarti saatnya burung jadi indukan saja, ambil anakannya untuk dijual,” tambah Bambang sambil tertawa.