Connect with us

Profil

47 Tahun PBI: Berawal Dari Hobinya Kalangan Para Pejabat

KONBUR Tayang

:

47 PBI
PELESTARI BURUNG INDONESIA (PBI). Organisasi burung tertua di tanah air.

Sampai saat ini Pelestari Burung Indonesia (PBI) menjadi organisasi burung tertua ditanah air.  Tahun 1973 wadah ini terbentuk yang diprakarsai para penghobi burung, yang umumnya kalangan pejabat dimasa itu. Kini tak terasa sudah 47 tahun organisasi ini berdiri.

Disini penulis merangkum aktifitas dan kegiatan PBI dari masa kemasa yang dihimpun  berdasarkan sejumlah nara sumber yang pernah dan turut terlibat lahirnya organisasi tersebut, salah satu diantaranya H Dodot Kasdarius yang diakhir masa jabatanya  di PBI Pusat sebagai ketua Dewan Pengendali Penertiban Lomba Burung (DPPLB) .

Diawal masa pemerintahan orde baru, hobi burung juga digemari semua kalangan , tak terkecuali para pejabat dimasa itu. Beberapa founder atau pendirinya ada Kamil Usman, D Azhari, dan lainnnya, ditahun 1973 mereka membentuk satu perkumpulan bernama Perhimpunan Burung Indonesia.

Sejak dibentuknya organisasi para penghobi tersebut  mereka sudah dua kali menggelar pameran burung. Di Taman Ria Remaja, Senayan Jakarta pada tahun 1974 dan di Istana Wakil Presiden tahun 1975. Sejumlah menteri seperti Budiarjo, Menteri Penerangan dan para pejabat hadir diacara tersebut.

Sementara ditahun yang sama keberadaan pasar burung yang saat ini berada di kawasan Pasar Senen Jakarta Pusat menjadi sentra jual beli aneka jenis burung khususnya jenis burung berkicau. Para pedagang yang aktif dimasa itu diantaranya ada Pak Sharbo, H Dodot dan sejumlah penghobi burung lainnya seperti Anton Saksono, mulai menggelar lomba dipelataran pasar . Tujuannya hanya untuk meramaikan pasar burung, agar menarik para pengunjung.

Tim juri saat itu hanya 3 orang, diantaranya Sutopo, Arshad dan Dr Sunji Manajer Taman Burung, Taman  Mini Indoesia Indah (TMII). “Waktu itu pakem penilaian seadanya, pokoknya yang penting di pasar burung itu ada kegiatan biar menarik pengunjung ,” jelas H Dodot pemrakarsa lomba dijaman itu.

Penyelanggara lomba saat itu   Persatuan  Penggemar Burung Berkicau Indonesia DKI (PPBBI DKI). “PPBBI yang kami bentuk saat itu sebatas penyelenggara lomba burung di pasar,” lanjutnya.

Memasuki tahun 1976, pasar burung Senen dipindahkan ke Pasar Burung Pramuka Jakarta Timur.  Di kota lainnya, penyelanggara lomba ljuga turut berdiri disetiap  kota misalnya di Bandung ada Persatuan Penggemar dan Pedagang Burung Bandung. Mereka mengadakan kegiatan lomba di kawasan Kebun Binatang Bandung.  Kemudian di Bogor, Jawa Tangah dan Jawa Timur.

Kegiatan lomba burung setiap tahunnya semakin berkembang sejak tahun 1976 hingga tahun 1978. “Meskipun berbeda organisasi dulu kami tetap kompak bersatu saling mendukung,” kata H Dodot.

Tahun 1978 menjadi puncak kemeriahan lomba burung disejumlah kota besar tanah air. Jenis burung cucakrawa, hwamei, murai batu, poksay, kenari dan lainnya menjadi kelas paling favorit dan diminati semua kalangan. Bahkan khusus jenis cucakrawa sekali gantang dalam satu sesi bisa mencapai 300 ekor peserta burung.

Kemeriahan lomba yang semakin semarak yang akhirnya keluar maklumat dari kementrian lingkungan hidup, Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kependudukan Prof Dr Emil Salim ketika itu memberikan maklumat untuk mengendalikan penangkapan burung secara besar besaran dialam liar dan  menghindari kepunahan lomba burung dihentikan..     

Lomba di DKI Jakarta yang  pertama kali yang dilarang. Padahal saat itu sebuah lomba besar sudah dipersiapkan untuk diselenggarakan, izin keramaian sudah siap ditangan begitu juga peserta luar kota sudah berdatangan. Apadaya, maklum dari pak menteri tak bisa ditoleransi.

Saat itu lapangan dijaga ketat satu truk petugas keamanan lengkap bersenjata, lomba besar yang diperkirakan bakal meriah  akhirnya dibatalkan.  “Sejak itu kegiatan lomba burung nyaris vakum,” terangnya.

Memasuki tahun 1980 para pegiat lomba burung mencoba bernegosiasi kepada kementrian yang memiliki kebijakan saat itu.  “Kami dan teman-teman menghadap ke pak Emil ketika itu,” lanjut H Dodot.

Izin penyelenggaraan lomba akhirnya keluar, dengan catatan dibatasi hanya burung-burung impor yang diperbolehkan diantaranya seperti burung hwamei, poksay, kenari dan sejenisnya,.

Akhirnya memasuki tahun 1984 lomba burung kembali berlangsung semarak. Ditahun 1985  tokoh pendiri PBI diantaranya Kamil Usman mendatangi para pegiat lomba burung di Pasar burung Pramuka. Dia menyarankan  organisasi burung yang ada saat itu sebaiknya dijadikan satu, hanya satu wadah organisasi dibawah naungan PBI, seperti halnya P3SI  organisasi  burung Perkutut.

Disebuah anjungan wisata di Taman Mini Indonesia Indah mereka menggelar rapat anatara para penghobi, penyelenggara lomba maupun tokoh pedagang pasar burung. Merekapun akhirnya sepakat, berada dalam naungan PBI. Dr Sumoro menjadi ketua PBI pertama pasca bergabungnya para penyelanggara lomba.

Dua tahun kemudian, ketua PBI diganti oleh  Dr Made Sri Prana dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia  (LIPI) yang saat itu juga menjabat Manajer Taman Burung di TMII. Sesuai visi dan misinya organisasi ini yang bertujuan untuk pelestarian, nama Perhimpunan Burung Indonesia berganti nama menjadi Pelestari burung Indonesia. Cabang-cabang baru pun berdiri  dikota-kota lainnya.

Dibawah kendali PBI akhirnya kegiatan jadual pameran atau lomba berlangsung rutin. Mereka tetap mengacu pada aturan yang ada di AD/ART mulai dari jumlah jenis burung yang boleh dilombakan dan ketentuan lainnya. H Dodot  ketua DPPLB  dan Hartono Sragen Ketua Bidang Organisasi menjadi dua motor penggerak kegiatan lomba dimasa itu. Pakem penilaian mengacu pada irama lagu, volume dan fisik.

Seiring berjalannya waktu, terbentuklah cabang-cabang PBI disetiap kota seluruh Indonesia. Latihan-latihan rutin mulai digelar di lapangan masing-masing. Khusus di Jakarta lapangan Pakuwon Kencana Estate di kawasan Jelambar menjadi arena latberan yang paling popular dimasa itu.

Kemudian dipertengahan tahun 90an lapangan berpindah ke Taman Buaya dan Hutan Kota Pluit Jakarta Utara. Lapangan ini juga menjadi barometer kicaumania khususnya di Jabodetabek dan sekitarnya. Lapangan Pluit inipun menjadi arena paling diminati dan memiliki prestise dan gengsi tersendiri buat  para pesertanya.

Dalam Munas  di Jakarta 2013, H Bagiya Rahmadi SH menggantikan Dr Made Sri Prana sebagai ketua PBI Pusat hingga saat ini.

Seiring ditengah merebaknya organiser-organiser lain, keberadaan PBI  sampai sekarang masih tetap eksis. Even-even nasionalnya yang prestise dan bergengsi seperti Piala Raja di Jogya, Piala Gubernur Jatim (Pakde Karwo Cup) dan kini Khofifah Cup masih punya daya tarik dan ditunggu serta memiliki magnet tersendiri buat kicaumania tanah air untuk menyambanginya.

Yang utama PBI tidak hanya menggelar lomba tapi juga sudah sejak lama sukses mengembangkan konsep pemanfaatan sumberdaya burung secara lestari, diantaranya lewat program pelestarian  budidaya penangkaran  burung oleh para anggotanya terutama  burung-burung endemik atau asli  wilayah Indonesia. Selamat hari jadi Pelestari Burung Indonesia yang ke 47. Salam Lestari….! *agrobur.

Copyright © 2022 Media Agrobur. All Right Reserved.